LigaNusantara.com – Meilysa Trias Puspitasari/Rachel Alleyssa Rose menjadi juara Orleans Masters 2024, Lanny Tria Mayasari/Ribka Sugiarto naik podium kampiun Swiss Open 2024, sementara Febriana Dwipuji Kusuma/Amallia Cahaya Pratiwi finis di posisi runner-up pada Spain Masters 2024.
“Setelah dua gelar dan satu runner-up pada turnamen Eropa. Memang yang diharapkan begitu. Kemarin katanya tidak juara-juara ha-ha-ha,” kata pelatih kepala ganda putri nasional Indonesia, Eng Hian, ditemui di pelatnas Cipayung, Jakarta.
“Ya tentunya ini proses, dengan anak-anak. Sejak awal tahun kita sudah berdiskusi apa yang menjadi target yang harus dicapai dengan KPI (Key Performance Indicators) masing-masing.”
“Hasilnya yang patut disyukuri, anak-anak jadi lebih paham, lebih tahu. Mudah-mudahan tren di awal tahun bisa terus meningkat di level yang lebih tinggi seusai dengan yang kita harapkan semua.”
“Kemarin ganda putri fokus di satu pasang saja, tidak juga. Ini semua ada proses, ada hasil. Tidak bisa hanya dari sisi pemain atau pelatih saja. Semuanya harus bersinergi,” ucap Eng Hian.
Pelatih yang akrab disapa dengan Didi itu mengatakan bahwa hasil yang didapat sektor ganda putri pada turnamen Eropa bukan merupakan pembuktian.
“Pembuktian sih tidak ya, tetapi ni hasil yang harus dicapai. Ini proses, selama ini ganda putri adanya di level tinggi (Super 500, 750, 1000) itu mulai dari Greysia/Nitya, Greysia/Apriyani, dan Apriyani, Fadia. Back-upnya ini malah kosong,” tutur Eng Hian.
“Tetapi dari akhir tahun kemarin sudah mulai turunkan dari level Super 100. Saat awal tahun kami membicarakan itu, ganda putri tidak pernah ada d super 300 malah ada satu pasang, tetapi di level atas.”
“Jenjangnya kalian back-upnya kok tidak ada. Dari hasil turnamen Super 300 ternyata kami sudah bisa berprestasi, saya dorong lagi agar di level Super 500 sejauh mana kalian bisa bersaing.”
Terkait apakah hasil Rachel/Trias apakah merupakan kejutan, peraih medali perunggu ganda putra Olimpiade Athena 2004 bersama Flandy Limpele itu mengatakan bahwa kejutan harus diciptakan.
“Tanpa ada kejutan, tidak mungkin kelihatan ada prosesnya. Untuk Rachel/Trias tentunya akan kami dorong percepatan ke level yang lebih tinggi. Tetapi, kalau memang Super 500 masih terlalu tinggi, ya kami akan coba dulu konsistensi di turnamen Super 300 ini,” ucap Eng Hian.
“Ana/Tiwi itu seharusnya sudah confirm ke Super 500. Super 300 sekarang sudah dapat gelar, berarti peluang atau kemampuan ke Super 500 punya. Harus lebih ditingkatkan lagi ke anak-anak.”
Menurunkan pemain ganda putri dari level bawah memang sengaja dilakukan Eng Hian untuk meningkatkan kualitas.
“Maunya memang seperti itu (dari level bawah). Semuanya harusnya berproses, memang kita berpatokannya ke level yang lebih tinggi, ternyata di level tinggi itu belum ada prestasi.”
“Kami coba di level bawah sesuai standar mereka mampu atau tidak?kalau tidak mampu berarti sudah bukan waktunya di pelatnas.”
“Tetapi, ini pembuktian lagi bagi anak-anak, saya masih mampu dan ini mereka buktikan pda turnamen Super 300 juara, berarti mereka sadar kalau mereka punya kemampuan.”
“Tinggal bagaimana mereka meningkatkan lagi kemampuan dan kepercayaan diri.”
“Setiap tahun itu selalu ada program yang harus saya sampaikan ke anak-anak. Pasangan A ini programnya, ini pencapaiannya sekian, ini target yang harus dicapai untuk tahun ini. Pasangan B bagaimana, ini memang berbeda-beda. Kurun waktu 1-2 tahun harusnya kita bisa tahu diri.
“Saya setelah diberi kesempatan sekian banyak, kemampuan sekarang ini saya masih bisa ke atas tidak? masih bisa juara tidak?”
“Itu tinggal saya mengatur kayak turnamen ini yang awal dikasih kesempatan yang 500 ke atas ternyata belum bisa menembus, kami turunkan levelnya.”
“Tetapi, kalau tidak bisa menembus, kita turunkan lagi sampai maksimalnya tentunya kalau level utama tidak mungkin ke challenge, terendah adalah Super 100. Kalau Super 100 masih tidak mampu, sudah tahu konsekuensinya.”
Menurut Eng Hian, hal itu sudah disampaikan ke pemain ganda putri sehingga saat degradasi pemain sebagian besar memahami.
“Jadi tidak ada yang kaget saat ada promo-degradasi,” ucap Eng Hian.
Untuk gelar yang diraih Lanny/Ribka, Eng Hien menjelaskan perbedaan persiapan yang dilakukan.
“Tentunya persiapan mereka dari awal tahun itu sangat baik lebih dari apa yang mereka capai karena kalau tidak kemungkinan tahun depan bisa terdepak,”kata Eng Hian.
“Mungkin itu jadi pacuan mereka. Motivasi dan komitmen dari mereka sendiri serta yang ditunjukkan dari keseharian di latihan, maupun keseharian di asrama, fokus mereka, itu yang terlihat sangat berbeda.”
“Ini sudah saya ingatkan agar mereka terus meningkatkan kemampuan. Tetapi, suasananya jadi lebih enak di pelatnas lebih kompetitif memang harusnya seperti itu. Jadi, begini lebih enak latihan itu tidak selesai-selesai karena pemain ini minta (tambahan latihan).”
“Ya pelatihnya senang karena ini bukan kemauan dari pelatih saja, dari atletnya yang minta itu saya pelatih lebih senang seperti itu.”
“Dari hasil kemarin sebagai pelatih tentunya belum puas karena belum pencapaian tertinggi. Untuk Ana/Tiwi, yang menang saja ada evaluasi apalagi yang kurang. Ada evaluasi lebih untuk Ana/Tiwi.”
“Dari pola bermain, pola individu, skill individu yang kemarin jadi prioritas saya. Kami belum bertemu karena meraka baru pulang Selasa. Jadi mungkin saat mereka latihan lagi bisa kami evaluasi.”
“Kalau tekanan (Ana/Tiwi) tidak, malah menjadi motivasi. Pengen koh supaya tiga-tiganya (ganda putri juara). Mereka mencoba lebih untuk semangat, fokus, jadi bukan menjadi beban,” kata Eng Hian.
“Saya senangnya disitu. Tetapi, hasil menunjukkan ini ya kita tetap harus mengapresiasi. Mereka sudah berjuang semaksimal mungkin. Memang ada hal yang masih kurang, itu kelebihan lawan.”