LigaNusantara.com – Namun, kendala teknis dalam pemasangan rigging gantung beserta perlengkapan lighthing membuat turnamen ini kembali ke Istora Senayan.
” Ya, kalau menurut saya sih ya pasti kami juga excited waktu tahun lalu diumumkan (ke Indonesia Arena) karena venue baru,” kata tunggal putra Indonesia, Anthony Sinisuka Ginting, di Jakarta, Selasa (2/4/2024).
“PBSI atau panitia sudah mempertimbangkan segala macam dengan baik. Maksudnya jangan daripada dipaksakan digelar di sana, tetapi khawatir ada apa-apa,” ucap Anthony.
“Meskipun dipaksa digunakan, tetapi ada hal yang membuat penonton tidak akan nyaman menontonnya karena sempet ada juga turnamen seperti itu. Ada penghalang sedikit.”
“Pasti semua hal, semua aspek sudah dipertimbangkan dengan baik oleh PBSI dan BWF, panitia. Dan apakah ada pengaruh, tidak ada. Maksudnya kami memang fokusnya sudah biasa berubah-berubah venue atau adaptasi semua,” tutur Anthony.
Pebulu tangkis 27 tahun itu mengakui bahwa dia berharap Indonesia memiliki venue khusus bulu tangkis.
“Biasanya tempat pertandingan bulu tangkis itu Istora. Kalau saya pribadi bukan hanya itu. Maksudnya lebih kayak kita bisa lihat pertandingan mungkin contohnya di China gitu,” tutur Anthony.
“Di setiap kota mereka punya kayak GBK-nya sendiri. Jadi, pembangunannya merata sih. Maksudnya meskipun pindah venue, tetapi fasilitasnya ada.”
“Meskipun di kota-kota lain selain Jakarta, fasilitasnya juga seperti di Jakarta. Kita semua ingin ada venue khusus bulu tangkis di Indonesia.”
Tahun lalu, Anthony Ginting menjadi satu-satunya wakil Indonesia yang tersisa pada final Indonesia Open.
Namun, dia harus puas menjadi runner-up setelah kalah dari Viktor Axelsen (Denmark).
Ketua panitia penyelenggara Indonesia Open 2024, Armand Darmadji mengatakan bahwa pihaknya sudah sejak tahun lalu berencana menggelar turnamen BWF World Tour Super 1000 tersebut di Indonesia Arena.
“Ini menjadi hal baru yang memang berdiri untuk kegiatan olahraga dan event-event lainnya setelah oleh Pak Jokowi waktu itu.”
“Tentu sangat disayangkan tidak bisa kami laksanakan bukan karena tidak kami inginkan. Jadi, kami sudah memberikan press conference saat itu bahwa kita menggunakan Istora Senayan terakhir kalinya untuk Indonesia Open.”
“Tetapi, tentu disayangkan karena Indonesia menjadi satu-satunya negara sebagai tuan rumah Super 1000 yang belum mempunyai stadion berkapasitas lebih dari 10.000 orang,” tutur Armand.
“Di tempat lain semua venue untuk turnamen Super 1000 ini sudah di atas 14.000 penonton.”
“Kita memang belum ada venue yang memuat banyak penonton dan waktu itu kami dapat iming-iming bahwa kami bisa menggelar disana (Indonesia Arena) setelah melakukan uji survei kesana.”
Armand mengatakan bahwa pihaknya sudah tiga kali bolak-balik dengan tim, baik dengan BWF dan membawa pemain juga ke Indonesia Arena untuk mencoba lapangan latihan disana.
“Kami juga membawa tim pemain. Jawaban dari mereka bahwa kami ingin dengan ukuran tertentu untuk bisa layak dijadikan sebagai tempat lapangan sesuai dengan standar BWF,” tutur Armand.
“Setelah melakukan beberapa kali meeting, kami mendapatkan surat dari PPK-GBK bahwa kami tidak bisa mengadakan event di tempat tersebut karena strukturnya tidak bisa terpakai.”
“Dan juga alternatif kedua, kalau kami paksakan dengan memakai reaching dari bawah, itu bentuknya sangat tidak bagus.”
“Jadi akan sangat jelek untuk penonton bisa menyaksikan seperti ada gawang di bawah. Itu akan menurunkan kelas Indonesia Open nantinya,” ujar Armand.
“Tahun lalu, kami mendapat 2 award sebagai best media operation dan best player experience dari BWF.”
“Tentu hal itu yang menjadi sumber pertama. Kami akhirnya mengurungkan niat dan meminta kepada pihak GPK untuk melakukan peninjauan.”
“PPK GBK sendiri sudah mengatakan kepada kami bahwa mereka akan memperbaiki dan semoga tahun depan kami bisa mengadakan kegiatan Indonesia Open di Indonesia Arena tersebut,” tutur Armand.